"Pramuka
siapa yang punya, pramuka siapa yang punya, pramuka siapa yang punya,
yang punya kita semua" Nyanyian tersebut sering menggema di telinga
masyarakat, bukan hanya anggota pramuka, melainkan juga semuaorang yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jika
dicermati, kata kita pada lagu di atas seakan-akan memberikan pemahaman,
pramuka adalah milik seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali.
Dalam konteks yang aplikatif, pemakaian kata kita juga mengandung muatan pemaksaan kepada setiap orang, mau tidak mau, suka tidak suka,
harus mengakui pramuka memang milik semua. Benarkah demikian ?
Bukankah hal tersebut hanya lagu? Sejauh manakah pemaksaan tersebut
mengkristal dalam Gerakan Pramuka. Setidaknya, pertanyaan tersebut
patut untuk di sikapi secara kritis karena fenomena yang berkembang di
lapangan, pramuka bukan milik kita semua, melainkan hanya milik kami.
Dalam konteks pemahaman tentang pemaksaan yang menggejala di tubuh
Gerakan Pramuka, saya memahami hal itu sebagai sesuatu yang membelenggu
Gerakan Pramuka sehingga membuat satu-satunya organisasi yang berhak
menyelenggarakan pendidikan kepanduan tersebut, hanya menjadi robot.
Secara sederhana pemaksaan yang mudah dilihat adalah jabatan majelis
pembimbing. Seorang camat wajib menjadi ketua majelis pembimbing ranting
bupati/wali kota wajib menjadi ketua majelis pembimbing cabang gubernur
wajib menjadi ketua majelis pembimbing daaerah dan presiden wajib
menjadi ketua majelis pembimbing nasional terlepas suka atau tidak suka,
mau atau tidak mau, mampu atau tidak mampu, serta mencintai dunia
pramuka.
Cari Dukungan Pemaksaan pejabat teras di suatu wilayah secara
otomatis untuk menjadi ketua majelis pembimbing Gerakan Pramuka
sebenarnya merupakan upaya pramuka mendapat dukungan dari berbagai pihak
dan menjadikan pramuka sebagai superhero di antara organisasi lain.
Kemudahan dalam birokrasi dan kucuran dana, itulah sebenarnya yang
merupakan muara dari pemaksaan para pejabat tersebut. Bukan hanya itu,
gerakan pramuka juga melebarkan sayap ke berbagai dimensi kehidupan.
Mereka yang senang di bidang: kedirgantaraan dibina di saka dirgantara,
pariwisata dibina saka panduwisata, kepolisian dibina saka bayangkara,
kehutanan dibina saka wanabakti, pertanian dibina saka taruna bumi, dan
saka-saka yang lain-lain.
Dalam dunia pendidikan pun, sekolah diwajibkan
memiliki gugus depan, baik itu SD, SLTP, SMU/SMK, maupun perguruan
tinggi. Bahkan di desa, gerakan pramuka menyediakan tempat pembinaan di
gugus depan teritorial walau banyak kepala desa/kelurahan tak paham hal
tersebut.
Orang-orang yang lanjut usia pun diberi wadah khusus dalam
pembinaannya dalam pandu wreda dan hiprada/ Kekuatan yang merata secara
kuantitatif itulah yang menjadikan pramuka selalu berbangga diri.
Apalagi kenyataan di lapangan, tidak ada satu organisasi pun yang mampu
mengungguli pramuka dalam hal keanggotaan, keterlibatan pejabat
pemerintah, dan dukungan dana.
Kepemimpinan Kekuasaan Dalam konteks
pemahaman tentang organisasi,D Hampton dalam Cribbin (1990) mengatakan,
paling tidak ada enam jenis organisasi, yakni : kebapakan yang
menempatkan pemimpin sebagai pembantu, pengayom, dan manipulator halus.
birokratis yang mensyaratkan pemimpin sebagai pemelihara. autokratis,
merupakan potret pemimpin yang mau berkuasa. berwenang berhubungan
dengan pemimpin sebagai direktur eksekutif. konsultatif, mencirikan
pemimpin dalam organisasi sebagai katalisator, pendukung, suka
mempermudah, dan inovatif menempatkan pemimpin sebagai penggiat dan
integrator, Jika ditelaah lebih mendalam, gerakan pramuka merupakan
perpaduan jenis organisasi kebapakan dan konsultatif. Hal tersebut
diindikasikan dari keberadaan gerakan pramuka dewasa ini, yang lebih
memercayakan suatu kepemimpinan berdasarkan kekuasaan, karisma,
kepercayaan, dan keteladanan. Bukan berdasarkan keahlian dan persetujuan
rasional layaknya jenis organisasi yang inovatif.
Menurut pendapat saya,
sudah saatnya gerakan pramuka berparadigma baru dengan mengelola
organisasi secara inovatif dengan mementingkan kualitas, partisipasi,
tekad bersama, dan mengoptimalkan peran gugus depan di setiap tingkatan
Pramuka. Hal ini karena stakeholder gerakan pramuka adalah orang-orang
yang memahami secara komprehensif terhadap tata nilai yang berlaku di
dalamnya, bukan mereka yang dipaksa untuk memahami tata nilai tersebut
dalam rentang waktu yang relatif pendek dan mendadak. Paradigma baru
gerakan pramuka dengan format inovatif tentu memerlukan pemahaman yang
rasional, bukan emosional.
Hal tersebut dilandasi perkembangan gerakan
pramuka yang ke depan, yang harus mandiri dan terbebas dari belenggu
ikatan kekuasaan. Format baru yang inovatif tersebut berakar dari
pentingnya kreativitas Gerakan Pramuka dalam merumuskan segala bentuk
kegiatan. Arti penting kreativitas dalam pembinaan pramuka juga didasari
atas keminiman keterampilan pembina dalam menumbuhkembangkan kemampuan
anggota Gerakan Pramuka.
Sering kita lihat, ketika seorang pembina
pramuka berada di tengah-tengah peserta didiknya dan hendak menyanyi
bersama sebagai pembuka pertemuan, sudah pasti lagu yang muncul adalah "di sini senang, di sana senang, di mana-mana hatiku senangâ".
Mengapa harus itu? tidak ada lagu lain?
Kreativitas Pramuka dengan
paradigma baru yang menekankan kreativitas merupakan wujud penerapan
nilai-nilai dasar gerakan pramuka. Paling tidak ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan jika gerakan pramuka ingin memberikan kontribusinyata
terhadap Kelangsungan Pembangunan Pertama, keberanian untuk mandiri dan
terlepas dari ikatan kekuaasaan.
Walaupun terasa berat, hal tersebut
merupakan upaya awal dalam menumbuhkan kreativitas gerakan pramuka
sehingga pramuka tidak dicap sebagai organisasi milik pemerintah.
Konsekuensi logisnya adalah tidak perlu mewajibkan pejabat pemerintah
menjadi ketua majelis pembimbing.
Kedua, memperkuat keberadaan gugus
depan yang merupakan inti segala bentuk pembinaan pramuka dengan
memberikan kebebasan dan kreativitas dalam merumuskan kegiatan yang
bermanfaat bagi Pramuka.
Ketiga, membekali pembina pramuka dengan
kegiatan yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan sehingga tidak terpaku
pada pola-pola kebiasaan lama.
Berbagai variasi teknik pembinaan,
nyanyian, dan tepuk yang merupakan inti pembinaan pramuka perlu
dikembangkan dan ditingkatkan secara berkala dengan pertemuan pembina
(Karang Pamitran)
Keempat, mengaktifkan peran serta masyarakat sebagai
salah bentuk membudayakan pramuka dengan serangkaian kegiatan bakti
sehingga pramuka memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Empat hal di atas dapat dijadikan
pijakan dalam paradigma baru gerakan pramuka sehingga dapat
meningkatkan eksistensi gerakan pramuka menuju kemandirian dan
kreativitas. Saptakarsa Utama Gerakan Pramuka memang pernah dirumuskan
pada tahun 2000 sebagai wujud paradigma baru dalam pembinaan pramuka.
Namun, pada tahap implementasi paradigma tersebut tidak berhasil
mencapai sasaran yang ditetapkan.